Sumur Umbul Jambe, Alas Ketonggo Ngawi

Tertanggal 23 malam 24 Oktober 2008, sore itu Pak Yadi dapat udangan ke Alas Ketonggo Ngawi. Undangan dilewatkan Pak Nen, Pak Yadi sedang gerah sehingga mbak Katini (penunggu rumah) marah ke Pak Nen.
Pak Nen bilang hanya menyampaikan amanah, Pak Yadi yang sedang sare di dalam kamar bangun karena dengar apa yg kami bicarakan.

"Ayoo budal..." Perintah pak Yadi, ternyata Pak Yadi sudah pirso. 

Berempat ditambah pak Didik Merapi, kami berangkat. Hujan deras disertai angin sepanjang jalan yang kami lalui, mampir beli kembang di pasar Sleko. 

Jalanan sepi, banyak pohon tumbang. Polisi lalu lintas sibuk membersihkan jalan dari pepohonan yang melintang. 
Tanpa ada yang bicara, suasana tegang. Hanya sorot lampu kendaraan dan kilat yang terlihat karena listrik juga ikut padam. Puluhan kali pohon merintangi kami, namun saat kami sudah dekat warga sudah selesai membersihkan. Begitu berulang mulai dari Madiun, Maospati, Ngawi, Paron bahkan sepanjang jalur ke alas Ketonggo. 

Kami lewat memutar perkampungan, tidak melewati jalur utama karena yang kami tuju Sumur Umbul Jambe. Jalurnya sempit licin, dan gelap. Entah rasa takut hilang, Tangan pak Yadi nunjuk sana-sini, agar saya melewati atau mengambil jalan yang beliu tunjuk. Jalan menggenang, berlumpur, bahkan berkali-kali menghindari longsoran. 
Saat sampai jembatan darurat yang terbuat rel kami berhenti, saya cek bisa di lewati atau tidak. Pres selebaran mobil dan rel hanya pada ban. Tiba-tiba muncul seseorang berpakaian montir, lalu memberi aba-aba untuk maju. Akhirnya mobil berhasil melewati jembatan besi bekas rel tampa pengaman samping tersebut. Entah kemana orang yang memberi aba-aba hilang di gelap dan derasnya hujan alas Ketonggo. 
Sesampainya di pinggir sungai besar alur bengawan, kami menitipkan mobil pada warung. Warung yang biasa buat ngopi orang-orang yang tirakat di alas Ketonggo. 

Segera kami meniti jembatan gantung, perlahan dengan penerangan flash kamera. 
Sesampainya sumur umbul jambe tepat jam 00:00, pak Yadi menabur kembang setaman lalu beliau mandi duluan, terus pak Nen, pak didik dan terakhir saya. 
Begitu selesai mandi langsung menuju makam (petilasan) yang hanya 10 meter dari tempat kami mandi. Terkejut luar biasa, orang berbaju montir yang memberi aba-aba sudah ada di situ sedang menyiapkan perapian biar kami tidak kedinginan. 

Selesai ziarah kami langsung pamit, dan pulang ke Ponorogo. Dari alas Ketonggo ini minggunya depan kami harus sowan mbah Rendeng di Madiun. 

Foto-foto yang tidak sengaja, flash camera nokia di tahun 2008 yang bermaksud menerangi tapi tak sengaja menjepret. 

Alfatihah katur Pak Yadi dan Pak Nen yang telah mendahului kita.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ghurur dan Ghoflah, Sumber Celaka

Tips Menjaga Asupan Cairan Saat Berpuasa